Latest News

Monday 6 May 2019

24-Teks Kitab Sutji


Teks (dari kata Latin: textus) disebut apa jang tertulis (huruf, kata, kalimat) didalam naskah-naskah (atau tjetakan) Kitab Sutji. Teks memang terpenting, djustru oleh karena dialah menjatakan apa jang dimaksudkan dan mau dikatakan oleh pengarang sutji (dan Allah). Memang seharusnja teks jang sama diketemukan dalam semua naskah (tjetakan), tetapi ternjata teks Alkitab tidaklah sama dalam semua naskah (dan tjetakan). Sudah barang tentu pengarang sutji sendiri hanja menulis satu teks sadja dan teks inilah adalah teks aseli. Maka perbedaan jang ada dalam naskah-naskah mungkin mengherankan sedikit, malah membingungkan orang jang tidak ahli. Adapun sebabnja maka ada perbedaan-perbedaan ketjil besar dalam naskah-naskah ialah: teks aseli (jang dikarang oleh sipenulis) hanja terpelihara dalam salinan-salinan sadja. Berabad-abad lamanja teks Kitab Sutji disalin dengan tangan. Dalam disalin masuklah kedalam teks matjam-matjam kekeliruan, kechilafan dan perubahan. Ada jang kebetulan sadja, tetapi djuga ada jang disengadja dibuat oleh penjalin-penjalin dengan matjam-matjam alasan. Sedjarah teks itulah jang menerangkan mengapa teks Alkitab tidaklah sama dalam semua naskah. Dengan lain kata: Teks Kitab Sutji mempunjai sedjarahnja sendiri dan dalam sendjarah itu dialaminja matjam-matjam hal-ihwal. Dalam hal ini Alkitab tidak berbeda dengan buku-buku manusiawi dari djaman dahulu. Hanja pada umumnja boleh dikatakan: karena hormat terhadap Kitab Allah teksnja lebih baik terpelihara daripada teks dari buku-buku jang bersifat insani belaka.
Baiklah dibedakan teks Perdjandjian Lama dan teks Perdjandjian Baru. Masing-masing teks mempunjai sedjarahnja sendiri.
  1. Teks Perdjandjian Lama.
    Ada kitab-kitab dari Perdjandjian Lama jang ditulis dan terpelihara dalam bahasa (dan tulisan) Hibrani/Aram, dan ada kitab-kitab jang aselinja ditulis dalam bahasa Junani atau hanja terpelihara dalam terdjemahan Junani. Kitab-kitab dalam bahasa Hibrani/Aram adalah jang lebih dahulu, sedangkan kitab-kitab dalam bahasa Junani berasal dari djaman kemudian.
    1. Teks Hibrani/Aram.
      Aselinja kitab-kitab ini ditulis dengan tulisan Hibrani kuno (Kena'an, Fenisia). Tulisan itu djauh dari sempurna. Hanja ditulis (seperti dalam tulisan Arab dan Israel moderen) huruf mati sadja. Hanja beberapa huruf mati sekaligus berlaku sebagai huruf hidup (mater lectionis), sedangkan huruf-huruf hidup pada umumnja tidak ditulis. Utjapan tepat kata (jang demikianpun ditentukan maknanja pula) dihafal sadja. Begitu dapat muntjul matjam-matjam "batjaan", sesuai dengan huruf hidup jang diutjapkan, dan "batjaan" itu tidak sama artinja (ingat akan pelbagai "batjaan" Al-Quran). Ada djuga beberapa huruf mati jang amat serupa bentuknja. Dengan menjalin teks huruf-huruf sedemikian mudah tertukar dan demikian muntjul perbedaan teks, disamping kekeliruan dan kechilafan jang lazim dibuat seorang penjalin.
      Sekitar tahun 400 seb. Mas. teks kuno itu mulai ditulis dengan tulisan lain (hurufnja berbentuk segi empat, tulisan Asjur), meskipun teks-teks jang paling sutji masih lama ditulis dengan huruf-huruf kuno. Hal itu terbukti oleh "Pentateuch Samaria" (tahun 400-300) jang masih tertulis dengan huruf kuno dan naskah-naskah Qumran jang kadang-kadang djuga masih sebagiannja tertulis demikian. Tetapi didjaman Kristus seluruh Kitab Sutji sudah tertulis dengan huruf-huruf bersegi empat djuga. Hal itu terbukti oleh Mat 5:18 (huruf jod dalam tulisan kuno bukan jang terketjil) dan naskah-naskah dari Qumran (antara 200 seb. Mas. dan 100 Mas.), jang umumnja memakai huruf segi empat. Dengan dipindahkan kedalam tulisan baru itu beberapa kekeliruan dan kechilafan baru memasuki teks Alkitab. Tulisan baru inipun tidak sempurna pula. Huruf hidup belum dipakai dan ada beberapa huruf mati jang amat serupa sehingga mudah tertukar. Dalam menjalin Kitab Sutji para penjalin tidak djarang keliru lagi.
      Maka dalam sedjarahnja hingga djaman masehi teks Kitab Sutji sudah mengalami agak banjak kerusakan. Dalam naskah-naskah ada perbedaan-perbedaan jang kadang-kadang tjukup besar. Perbedaan sedemikian itu terbukti oleh terdjemahan-terdjemahan kuno, seperti terdjemahan Junani (Septuaginta) dan Syriah (Pesjitta), jang ternjata berdasarkan naskah-naskah Hibrani jang teksnja agak berbeda dengan teks dalam naskah-naskah jang terpelihara bagi kita.
      Tetapi semendjak lk. tahun 100 seb. Masehi para ahli Jahudi mulai berdajaupaja dengan matjam-matjam alat, supaja teks Alkitab disalin dengan semurni dan seteliti mungkin. Usaha ini ditingkatkan didjaman masehi (sekitar tahun 100) dan ahli-ahli itu menetapkan pelbagai aturan dan kaidah bagi para penjalin. Lama kelamaan mereka menentukan suatu "teks resmi", jang lebih kurang umum diterima. Sekaligus mereka berusaha untuk membersihkan teks itu dari kesalahan, kekeliruan dan kerusakan. Dalam usahanja itu mereka sendiri disana sini djuga merubah teksnja sedikit, terutama bila teks aseli dianggap terlalu kasar atau tidak lajak dan pantas bagi Allah. Sekitar tahun 100 Mas. sudah ada teks jang hampir umum diterima sebagai teks resmi, meskipun teks-teks jang tidak resmi dan jang agak rusak masih ada djuga. Teks resmi itu makin lama makin disempurnakan lagi dan semakin mendesak teks-teks lain jang masih ada. Boleh dikatakan sekitar tahun 200-300 Masehi teks resmi itu umum diterima dan dengan disempurnakan lagi mendjadi teks Perdjandjian Lama sebagaimana terpelihara dalam naskah-naskah dari abad IX-X Mas. Dalam naskah ini tidak ada perbedaan-perbedaan besar lagi dan kesamaannja hanja mengherankan sadja!.
      Kaum ahli Jahudi jang lama kelamaan membentuk teks itu disebut "Kaum Masora" (= menurunkan, menjampaikan, tradisi). Teks mereka dinamakan Teks (kaum) Masora (singkatannja T.M. atau M.T.).
      Para ahli itu djuga mengumpulkan dari djaman dahulu matjam-matjam keterangan dan tjatatan jang mengenai teks Alkitab. Mula-mula keterangan dan tjatatan-tjatatan itu diturunkan setjara lisan, tetapi achirnja mulai ditjatat djuga. Tjatatan-tjatatan itu dikumpulkan dalam buku-buku tersendiri, tetapi djuga ditulis dipinggir halaman naskah Kitab Sutji (dipinggir atas, bawah, kanan dan kiri), dan tjatatan umum mengenai salah satu kitab ditempatkan pada achir kitab itu. Demikian muntjul apa jang dinamakan "Masora Besar" (buku-buku tersendiri) dan "Masora Ketjil" (dipinggir halaman Kitab Sutji sendiri). Tjatatan itu dimaksud mendjamin supaja teks Alkitab disalin sebaik-baiknja; iapun memuat usul-usul dari pihak para ahli mengenai perbaikan teks jang dianggap perlu (qere-ketib; tiqqun sopherim = perbaikan oleh para ahli kitab) dan sebagainja.
      Kaum Masora tidak hanja berdaja upaja untuk memulihkan dan mempertahankan teks aseli jang sebaik-baiknja dibersihkan dari kesalahan dan kerusakan, tetapi merekapun berusaha djuga supaja teks dibatjakan semestinja. Ini perlu oleh karena bahasa Hibrani sudah mendjadi "bahasa mati" dan tidak lagi dipergunakan dalam hidup sehari-hari (Gedjala jang serupa terdapat djuga sehubungan dengan Kuran). Maka mereka membubuhkan pada teks (jang tertulis dengan huruf mati sadja) matjam-matjam tanda jang memberikan petundjuk bagaimana teks harus dibatjakan. Tanda-tanda jang terpenting ialah tanda (titik dan baris jang bermatjam-matjam, diatas dan dibawah huruf mati) jang berlaku sebagai huruf hidup. Sekitar tahun 500/600 Mas. para ahli mulai menambahkan tanda itu dan sistemnja makin lama makin disempurnakan. Suatu sistem lengkap dan sempurna diketemukan dalam naskah-naskah jang ditulis dalam abad IX-X Mas.
      Aselinja ada dua kelompok ahli Jahudi (kaum Masora) jang berdaja upaja untuk mendapat teks Kitab Sutji jang sempurna dan murni dengan segala tanda pembantu. Satu kelompok bekerdja di Babel (dikota Neharda dan Sura) dan kelompok lain bekerdja di Palestina (di kota Tiberias). Teks jang ditetapkan di Palestina achirnja mendesak teks dari Babel dan mendjadi teks satu-satunja resmi. Tetapi dalam teks Palestina inipun masih ada dua tjabang jang sedikit berlainan satu sama lain.
      Teks jang oleh para ahli Jahudi (di Palestina) ditetapkan dan jang mendjadi teks resmi (Teks Masora) pada umumnja baik dan tjukup sesuai dengan teks aseli. Memang masih ada kekeliruan dan kesalahan serta kerusakan djuga. Maka kalau perlu dan kalau ada alasan objektip teks ini masih dapat diperbaiki djuga. Ini chususnja mengenai huruf hidup jang dibubuhkan oleh kaum Masora. Tjatatan jang dibuat ahli Jahudi itu kadang-kadang djuga sangat berharga dan amat menolong. Dan sudah barang tentu tidak benar dan adil tuduhan (jang dahulu kadang-kadang dilemparkan oleh pudjangga-pudjangga Geredja dan sedjak Muhammad terus dilemparkan oleh kaum Muslimin), bahwa kaum Jahudi dengan sengadja memalsukan teks Alkitab. Mereka sesungguhnja dengan djudjur, sebaik mungkin dan dengan segala daja-upaja jang didjaman itu tersedia berusaha untuk memelihara sabda Allah jang aseli. Maka itu pada umumnja teks mereka dapat dan harus dipertjajai.
      Terbitan teks Hibrani jang sampai dewasa ini paling baik ialah jang diterbitkan oleh R. Kittel (tjetakan ketiga) 1937. Universitas Hibrani di Jerusjalem sedang menjiapkan terbitan baru jang dengan hangat dinantikan para ahli.
    2. Teks Junani.
      Dengan teks Junani ini dimaksudkan teks kitab-kitab dari Perdjandjian Lama jang aselinja ditulis dalam bahasa Junani (2Mak., Kitab kebidjaksanaan) atau jang hanja (lengkap) terpelihara dalam terdjemahan Junani sadja (#1Mak., Tobit, Judit, Putera Sirah, sebagian dari Kitab Ester dan sebagian dari kitab Daniel). Teks ini terpelihara bersama dengan terdjemahan Junani Perdjandjian Lama (Septuaginta) dan terdjemahan-terdjemahan kuno lainnja (chususnja terdjemahan Latin Vulgata) Kitab-kitab (atau bagian-bagian) itu tidak diterima oleh orang Jahudi (setidak-tidaknja semendjak tahun 100 Mas.) dan banjak umat keristen diluar Geredja Katolik. Djadi kitab-kitab (bagian-bagian) ini adalah Deuterokanonik/Apokrip.
      Pemeliharaan teks Junani itu sangat lalai dan ada perbedaan-perbedaan jang amat besar dalam naskah-naskah jang memuat teks itu. Adapun sebabnja ialah: kitab-kitab ini tidak dianggap Kitab Sutji atau dianggap tidak setara dan sederadjat dengan kitab-kitab lain. Maka teksnja tidak dipelihara dengan saksama dan teliti. Amat sukar sekali ditetapkan teks jang aseli dan teks aseli itu sukar dipulihkan kembali. Sedjarah teks ini amat ruwet dan sampai sekarang djauh dari djelas. Para ahli sedang berusaha untuk sedapat mungkin memulihkan teks aseli itu. Namun demikian menurut garis-garis besarnja teks Junani inipun boleh dipertjajai dan tidak terlalu djauh berbeda dengan jang aseli.
  2. Teks Perdjandjian Baru.
    Teks aseli kitab-kitab Perdjandjian Baru (jang semua ditulis dalam bahasa Junani) hilang sama sekali. Hanja salinan-salinan sadjalah jang terpelihara dalam naskah-naskah. Berabad-abad lamanja teks itu disalin dengan tangan. Perbedaan-perbedaan teks dalam naskah-naskah jang tersedia amat banjak dan kadang-kadang besar sekali. Hampir tidak ada kata satupun jang dalam semua naskah tertulis dengan tjara jang sama. Banjak perbedaan amat ketjil sekali dan tidak berarti apa-apa serta tidak merubah arti dan makna teksnja. Tetapi djuga ada perbedaan besar dan amat penting jang sangat merubah arti dan makna. Menurut keterangan-keterangan pudjangga-pudjangga Geredja dari djaman dahulu perbedaan-perbedaan sudah ada dalam abad II-IV.
    Perbedaan-perbedaan dan kelainan dikarenakan oleh matjam-matjam hal. Banjak harus dipulangkan kepada kelalaian penjalin-penjalin jang tidak tjukup teliti dan membuat kesalahan dan kekeliruan jang biasa dan tidak dengan sengadja. Tetapi djuga ada perbedaan jang tidak kebetulan sadja terdjadi. Adakalanja penjalin-penjalin menjesuaikan satu sama lain teks-teks jang amat serupa. Gedjala itu terutama diketemukan dalam ketiga indjil sinoptis. Kadang-kadang penjalin merubah teks dalam naskah jang disalin untuk membela salah satu adjaran (benar atau sesat). Lain kali penjalin memasukkan kedalam teksnja salah satu keterangan jang tertjatat pada pinggir halaman naskah, jang disalin, oleh karena tjatatan itu dianggap teks aseli. Ada djuga penjalin jang mau "memperbaiki" teksnja jang dianggap salah, pada hal tepat. Ada djuga jang membandingkan beberapa naskah jang teksnja ternjata berlainan. Lalu kedua-duanja bergilir-ganti disalin sadja dan dengan demikian muntjul suatu teks baru jang berupa tjampuran. Dan masih ada beberapa faktor lain lagi jang menjebabkan perbedaan teks dalam naskah-naskah.
    Umumnja boleh dikatakan ada empat "bentuk" (resensi) teks. Artinja: sedjumlah naskah memuat suatu teks jang dalam semua naskah itu amat serupa dengan hanja perbedaan-perbedaan ketjil sadja. Tetapi teks ini tjukup berbeda dengan teks jang terdapat dalam sedjumlah naskah-naskah lain dengan hanja perbedaan ketjil. Demikian ada empat bentuk teks jang terdapat dalam naskah-naskah jang tersedia. Keempat bentuk teks itu ialah: Teks Syriah, jang termuat dalam kebanjakan naskah baik jang pakai huruf besar (unciales) maupun jang pakai huruf ketjil/miring (minusculi). Teks inipun terdapat pula dalam beberapa terdjemahan kuno. Oleh karena dahulu teks ini paling umum diterima maka disebut "textus receptus".
    Teks Barat, adalah bentuk teks jang agak berbeda dan chususnja termuat dalam naskah D dan terdjemahan Latin kuno serta terdjemahan Syriah.
    Teks neutral jang diketemukan dalam naskah B dan S, disebut "neutral" oleh karena dahulu dianggap teks jang paling murni dan paling bersih dari kekeliruan dan kerusakan.
    Teks Alexandria termuat terutama dalam naskah A, dan karenanja disebut "Alexandria". Teks inipun terdapat pula dalam satu terdjemahan jang dibuat di Mesir.
    Sudah semendjak dahulu kala para ahli berusaha memulihkan teks aseli Perdjandjian Baru. Tetapi karena kekurangan alat hasilnja djauh dari memuaskan dan kerapkali hanja menambahkan kekatjauan. Baru sementjak abad XIX usaha itu berdjalan dengan baik dan dengan hasil jang tjukup memuaskan. Para ahli membandingkan satu sama lain naskah-naskah jang tersedia, terdjemahan-terdjemahan kuno dan kutipan-kutipan jang terdapat dalam karya-karya pudjangga-pudjangga Geredja dari djaman dahulu. Dengan djalan ini (jang dinamakan ilmu kritik teks) mereka berusaha memulihkan teks aseli sebagaimana dikeluarkan oleh pengarang sutji. Ahli-ahli jang banjak djasanja dibidang ini ialah: C. von Tischendorf (1869-1872); B.F. Westcott-F.J.A. Hort (1881-1882); H. von Soden (1902-1913). Teks-teks jang diterbitkan oleh ahli-ahli itu sungguh pada umumnja sama dengan teks aseli, sehingga hanja disana sini masih ada keraguan. Usaha masih terus dengan banjak susah-pajah dan beaja diteruskan. Orang berharap pernah dapat memulihkan seluruh teks aseli dengan saksama dan teliti. Ada beberapa terbitan (jang pada umumnja bertumpu pada terbitan-terbitan besar tersebut) untuk pemakaian "harian". Jang termasjur diantaranja ialah terbitan E. Nestle (K. Aland), A. Merk dan baru-baru ini: K. Aland-M. Black-B. Metzger-A. Wilkgren (1966: United Bible Societies).
  3. Pembagian teks Kitab Sutji.
    Dengan meliwatkan pembagian teks (Hibrani) jang lazim diantara orang-orang Jahudi teks Alkitab dewasa ini dibagikan atas pasal-pasal dan pasal dibagi atas ajat-ajat. Pembagian ini tidaklah aseli, artinja tidak dibuat oleh pengarang-pengarang sutji sendiri. Karenanja pembagian itu hanja mempunyai wibawa ilmiah sadja. Pembagian tersebut malah agak "baru". Pembagian tersebut mula-mula dibuat dalam terdjemahan Latin (Vulgata) dan kemudian dimasukkan djuga dalam Kitab Sutji Hibrani dan Junani. Pembagian atas "pasal" dibuat dalam tahun 1205 oleh Steph. Langton dan muntjul untuk pertama kalinja dalam tahun 1226 di Paris. Pembagian lebih landjut atas ajat-ajat untuk pertama kalinja ditjetak oleh penerbit R. Stephanus dalam tahun 1551.
Artikel ini diambil dari : 
Judul belum diketahui, tapi kami menyebutnya sebagai buku hijau. 1967. Halaman 67-72.  

No comments:

Post a Comment