1. Kejujurannya
Alkitab sungguh jujur. Alkitab memperlihatkan Yakub, bapak dari "bangsa pilihan," sebagai seorang penipu. Alkitab juga menggambarkan Musa, sang pemberi Hukum Taurat, sebagai seorang pemimpin yang merasa tidak aman dan keras kepala, yang dalam usaha pertamanya untuk menolong bangsanya sendiri, membunuh seorang laki-laki dan kemudian lari menyelamatkan diri ke padang gurun. Alkitab menggambarkan Daud bukan hanya sebagai raja yang paling dikasihi, panglima perang dan pemimpin rohani, tetapi juga sebagai orang yang mengambil isteri orang lain dan kemudian, untuk menutupi dosanya, bersekongkol untuk membunuh sang suami. Pada satu sisi, Kitab Suci pernah menilai bahwa umat Allah, bangsa Israel, begitu buruk, sehingga Sodom dan Gomora tampak baik bila dibandingkan dengan mereka (Yeh 16:46-52). Alkitab memperlihatkan bahwa sifat alamiah manusia memusuhi Allah. Alkitab memprediksikan masa depan yang penuh dengan masalah. Alkitab mengajarkan bahwa jalan ke Surga sempit dan jalan ke Neraka lebar. Jelaslah, Kitab Suci ini tidak ditulis untuk mereka yang hanya menginginkan jawaban sederhana atau pandangan terhadap agama dan manusia yang ringan dan serba optimis.
Apa yang dikatakan Alkitab tentang dirinya sendiri adalah hal yang penting untuk diketahui. Jika para penulis Kitab Suci sendiri tidak pernah mengklaim bahwa mereka berbicara bagi Allah, tentunya kita berbuat lancang jika kita membuat klaim itu bagi mereka. Mungkin kita juga akan menghadapi persoalan lain. Kita mungkin akan menghadapi sejumlah misteri yang tidak terpecahkan, yang terkandung di dalam tulisan yang bersifat historis dan etis. Dan kita tidak akan mempunyai sebuah buku yang telah mengilhami munculnya sinagoga dan gereja yang tidak terhitung jumlahnya di seluruh dunia. Suatu Alkitab yang tidak mengklaim bahwa ia berbicara atas nama Allah tentunya tidak akan menjadi fondasi bagi iman ratusan juta orang Yahudi dan Kristen (2Pet 1:16-21). Namun, dengan didukung oleh bukti dan argumentasi yang cukup, para penulis Alkitab telah mengklaim bahwa mereka diilhami oleh Allah. Berhubung jutaan orang telah mempertaruhkan kehidupan mereka saat ini dan saat kekekalan pada klaim-klaim itu, Alkitab bukanlah buku yang baik jika para penulisnya berbohong secara konsisten tentang sumber informasi mereka.
Peristiwa keluarnya Israel dari Mesir memberikan dasar historis untuk mempercayai bahwa Allah telah menyatakan Diri-Nya sendiri kepada Israel. Seandainya Laut Merah tidak terbelah sebagaimana yang diceritakan Musa, Perjanjian Lama kehilangan otoritasnya untuk berbicara atas nama Allah. Demikian pula Perjanjian Baru juga bergantung pada mukjizat. Seandainya Yesus secara badani tidak bangkit dari kematian, Rasul Paulus mengatakan bahwa iman Kristen didirikan di atas kebohongan (1Kor 15:14-17). Untuk memperlihatkan kredibilitasnya, Perjanjian Baru menyebutkan saksi-saksinya, dan ini dilakukannya di dalam kerangka waktu yang memungkinkan klaim-klaim itu diuji kebenarannya (1Kor 15:1-8). Banyak dari para saksi itu akhirnya mati sebagai martir, bukan untuk membela keyakinan moral atau rohani yang abstrak tetapi untuk klaim mereka bahwa Yesus telah bangkit dari kematian. Memang mati sebagai martir bukan hal yang aneh, namun tetaplah penting untuk menyadari apa yang menyebabkan mereka rela kehilangan nyawanya. Banyak orang rela mati untuk sesuatu yang mereka percaya sebagai kebenaran. Dan tidak ada yang rela mati untuk sesuatu yang mereka tahu sebagai kebohongan.
Banyak orang telah mengatakan hal yang baik mengenai Alkitab, tetapi tidak ada yang memberi rekomendasi sekuat yang diberikan Yesus dari Nazaret. Ia merekomendasikan Alkitab bukan hanya dengan ucapan-Nya teetapi juga dengan kehidupan-Nya. Pada saat-saat pencobaan-Nya, pengajaran di hadapan orang banyak, dan penderitaan-Nya, Yesus dengan jelas memperlihatkan bahwa Ia mempercayai Kitab Suci Perjanjian Lama lebih dari sekedar tradisi nasional (Mat 4:1-11, 5:17-19). Yesus percaya bahwa Alkitab adalah buku tentang Diri-Nya sendiri. Kepada orang-orang senegri-Nya Ia berkata, "Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa olehnya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu" (Yoh 5:39-40).
Dari zaman Musa, Alkitab telah meramalkan peristiwa-peristiwa yang tak seorang pun ingin mempercayainya. Sebelum Israel masuk ke Tanah Perjanjian, Musa meramalkan bahwa Israel akan tidak setia, bahwa Israel akan kehilangan tanah yang Allah berikan kepadanya, dan bahwa Israel akan tercerai-berai ke seluruh dunia, dikumpulkan kembali, dan kemudian dibangun kembali (Ul 28-31). Pusat dari ramalan Perjanjian Lama adalah janji tentang Mesias yang akan menyelamatkan umat Allah dari dosa-dosa mereka dan pada akhirnya membawa penghakiman dan kedamaian bagi seluruh dunia.
Orang yang tidak percaya sering menunjuk kepada mereka yang mengatakan bahwa mereka percaya Alkitab tetapi hidupnya tidak berubah. Tetapi sejarah juga ditandai oleh mereka yang kehidupannya menjadi lebih baik oleh karena buku ini. Sepuluh Perintah Allah telah menjadi sumber pengarahan moral bagi banyak orang yang tak terhitung jumlahnya. Mazmur-mazmur Daud telah memberikan kekuatan pada waktu kesulitan dan kehilangan. Khotbah Yesus di Bukit telah menjadi obat bagi jutaan orang untuk mengatasi kesombongan dan sikap legalisme. Uraian Paulus mengenai Kasih di 1Korintus 13 telah banyak melunakkan hati yang sedang marah. Perubahan hidup dari orang-orang seperti Rasul Paulus, Agustinus, Martin Luther, John Newton, Leo Tolstoy, dan C.S. Lewis menunjukkan perubahan yang dapat dilakukan Alkitab. Bahkan satu bangsa atau suku seperti Celtic di Irlandia, Viking yang liar di Norwegia, atau Indian Auka di Equador telah diubah oleh Firman Allah dan kehidupan serta karya Yesus Kristus yang tak terbandingkan.
Anda Tidak Sendirian jika Anda masih meragukan Alkitab. Alkitab, sama seperti dunia di sekitar kita, memang mengandung unsur-unsur misteri. Namun demikian, jika Alkitab benar-benar seperti yang dikatakannya, Anda tidak perlu memilah-milah sendiri bukti-bukti yang ada. Yesus justru menjanjikan pertolongan ilahi bagi mereka yang ingin mengenal kebenaran tentang diri-Nya dan ajaran-Nya. Sebagai tokoh utama dari Perjanjian Baru, Yesus berkata, "Barangsiapa mau melakukan kehendak Allah, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah aku berkata-kata dari diri-Ku sendiri" (Yoh 7:17).
Satu kunci penting untuk mengerti Alkitab adalah bahwa Alkitab tidak pernah bermaksud untuk menarik kita kepada dirinya sendiri. Setiap prinsip di dalam Alkitab memperlihatkan kebutuhan kita akan pengampunan yang disediakan Kristus bagi kita. Alkitab memperlihatkan mengapa kita perlu membiarkan Roh Kudus hidup melalui kita. Untuk hubungan yang seperti inilah Alkitab diberikan kepada kita.
Artikel ini diambil dari :
RBC Ministries. CD SABDA-Topik 27599.
RBC Ministries. CD SABDA-Topik 27599.