Latest News

Showing posts with label wejangan terakhir. Show all posts
Showing posts with label wejangan terakhir. Show all posts

Monday, 23 May 2022

Wejangan Yesus Kepada Murid2Nya Saat Perjamuan Malam Terakhir Bersama Dengan Mereka.

Wejangan Yesus Kepada Murid2Nya Saat Perjamuan 
Hari ini kita merayakan Hari Minggu Paskah ke-6. Injil yang kita dengarkan dalam Perayaan Ekaristi hari ini (Yoh 14:23-29) merupakan bagian akhir dari wejangan Yesus yang diberikannya kepada para murid-Nya saat perjamuan malam terakhir bersama dengan mereka. Apa maknanya bagi kehidupan kita saat ini, marilah kira renungkan bersama dengan memper-hatikan beberapa catatan ini. 

Pertama, wejangan ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh seorang murid, Yudas (bukan Yudas yang telah meninggalkan mereka untuk mengkhianati Yesus). Ia menanyakan mengapa Yesus membedakan antara “para murid” dengan “dunia” (ay. 22). Mengapa Ia hanya mau menyatakan diri-Nya kepada para murid-Nya? Dalam Injil Yohanes kata “dunia” berarti tempat kekuatan-kekuatan yang mau melawan Yang Ilahi.

Kedua, pertanyaan itu dijawab oleh Yesus dalam ay. 23-24a dengan sebuah pernyataan bahwa Alah Bapa dan Yesus akan tinggal bersama dengan orang yang mengasihi Dia dengan menuruti firman-Nya. “Tinggal bersama” berarti “mengasihi,” “berkenan.” 

Ketiga, yang dimaksudkan dengan “firman-Ku” adalah perintah baru untuk saling mengasihi (Yoh 13:34-45; lihat bacaan Injil hari Minggu yang lalu berserta dengan ulasannya). Perintah ini bukan berasal dari Yesus melain-kan dari Allah Bapa sendiri (Yoh 14:24b). Firman tersebut diwariskan oleh Yesus untuk menghadirkan Allah Bapa di antara para murid, sekaligus sebagai kekuatan untuk melawan kekuasan dan kekuatan kejahatan (“dunia”) yang mereka jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Keempat, firman (perintah baru) tersebut akan dapat dihidupi, dapat diwujudkan oleh para murid berkat kehadiran “Penghibur/Penolong” (Roh Kudus), yang akan diutus oleh Allah Bapa dalam nama-Nya (ay. 26a). Ia akan mengajarkan (segala sesuatu yang belum sempat diajarkan oleh Yesus) dan mengingatkan segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Yesus (ay. 26b).
Kelima, “Penolong” (Yunani: Parakleetos – “para”, artinya dekat; “kleetos” artinya yang dimintai bantuan dalam keadaan mendesak). Dia adalah Roh Tuhan yang menolong kita, yang selalu bisa dimintai tolong dalam keadaan kepepet. “Penolong” itu selalu memperhatikan gerak gerik kita tanpa selalu kita sadari. Bila Ia mendapati diri kita sedang membutuhkan bantuan, Ia akan datang sebelum kita sempat memanggil-Nya, karena Yesus sendirilah yang sudah meminta-Nya. 

Keenam, kehadiran “Penolong” itu ada bersama dengan murid-murid Yesus, di tengah-tengah kita. Yohanes penginjil tidak mengatakan bahwa “Penolong” itu hadir di dalam diri masing-masing dari mereka, meskipun dampak kehadiran-Nya akan dirasakan oleh masing-masing orang. Kehadiran-Nya bukan “monopoli” orang yang lebih murah hati, yang lebih mampu berbuat baik, yang lebih spiritual daripada yang lain. “Penolong” hadir di tengah-tengah umat, ada bersama mereka, menghidupkan mereka. 

Ketujuh, dengan menekankan segi ini (catatan keenam), Yohanes penginjil ingin menunjukkan bahwa “Penolong”, Roh Allah, itu tidaklah dapat dikuasai dan dikendalikan oleh ambisi-ambisi perorangan atau dibangga-banggakan sebagai bahan kesaksian sekalipun.

Kedelapan, pada akhir Yoh 14:31 (yang tidak dibacakan pada hari ini) Yesus mengatakan: “…. bangunlah, mari kita pergi dari sini.” Dengan frase ini ingin dikatakan bahwa pertemuan dalam perjamuan malam terakhir itu telah selesai. Yesus dan murid-murid-Nya segera memasuki tahapan lain. Akan tetapi, Yohanes masih menuliskan tiga bab lagi, yakni Yoh 15, 16 dan 17, sebelum ia mulai menceritakan penangkapan Yesus dan kisah sengsara-Nya.

Kesembilan, ada kaitan erat antara hal-hal yang telah diutarakan dalam perjamuan terakhir (Yoh 13-14) dengan beberapa pokok yang digarisbawahi dalam Yoh 15-17. Ada empat pokok yang perlu kita perhatikan, yang memberi arah rohani bagi semua pembicaraan dalam perjamuan terakhir.
Pertama, kita (sebagai ranting) hanya akan dapat hidup dan menghasilkan buah kebaikan bila tetap tersambung dengan Yesus (sebagai pokok anggur yang benar – Yoh 15:1-8). Hal ini merupakan penjelasan dari kata “percaya kepada-Nya” yang telah diutarakan dalam Yoh 14:1-14. 
Kedua, untuk dapat tetap “tersambung dengan pokok anggur” dapat diwujudkan bila para murid/kita “saling mengasihi” (Yoh 15:9-17), sebuah warisan rohani yang paling berharga yang telah diberikan oleh Yesus kepada para murid-Nya/kita (Yoh 13:34-35). “Saling mengasihi” adalah cara terbaik untuk menghadapi kekuatan-kekuatan jahat dari dunia ini; sekaligus merupakan cara terbaik untuk mempersaksikan kebenaran ajaran Yesus (Yoh 15:18-26).
Ketiga, “Penolong” betul-betul akan datang untuk menguatkan para murid, kita semua (Yoh 16:1-15), khususnya bila orang merasa ditinggalkan sendirian (Yoh 16:16-33). Hal itu diutarakan dalam perjamuan terakhir yang dibacakan hari ini (Yoh 14:26b).

Keempat, Yesus berdoa agar Bapa-Nya tetap melindungi murid-murid-Nya (Yoh 17). Mereka ini, seperti halnya Yesus, adalah orang-orang yang diutus mewartakan kehadiran Yang Ilahi di dunia yang dikungkung kekuatan-kekuatan jahat.


Kesepuluh, Yesus juga meninggalkan “damai sejahtera” bagi para murid-Nya (ay. 27). “Damai sejahtera” adalah ungkapan salam yang lazim digunakan oleh orang-orang Yahudi untuk memberikan salam kepada orang lain. “Damai sejahtera” berarti keutuhan badan, kebahagiaan sempurna, dan kemerdekaan yang akan diberikan oleh Mesias. Itu semua akan diberikan oleh Yesus kepada semua orang yang percaya kepada-Nya. 


Seperti halnya Yesus dan para murid-Nya, kita pun diutus untuk mengha-dirkan Allah di tengah-tengah kehidupan kita. Perutusan itu dapat kita laksanakan dengan mentaati perintah Allah Bapa yang disampaikannya melalui Yesus, yakni “saling mengasihi” dalam konteks kehidupaan kita masing-masing. Kendati tidak mudah, hal itu dapat kita laksanakan karena Allah mengutus Roh-Nya sebagai “Penolong” bagi kita.
Teriring salam dan doa, Rm. Madya, S.J.