Latest News

Monday 6 May 2019

27-Ingat dan Mythos


Ingat

Kata jang biasa sadja seperti ingat serta turunannja (mengingat, memperingat, peringatan) dalam bahasa Alkitab mendapat arti jang chas. Memang kerapkali kata Hibrani jang diterdjemahkan dengan "ingat", jaitu "zakar" (zeker, azkarah) dan kata Junaninja (mimneskomai, mneme, mnemoneuo, anamnesis) lebih kurang searti dengan kata Indonesia "ingat". Dan atas dasar ini tentu sadja tak perlu diuraikan setjara chas. Tetapi kata itu dalam Alkitab mendapat arti keagamaan jang istimewa. Makna ini dalam bahasa profan hampir tidak ada atau sama sekali tidak diketemukan. Tetapi djustru makna baru itulah jang penting baik untuk memahami Kitab Sutji maupun untuk mengerti ibadah Jahudi dan ibadah keristen jang berupa "peringatan". Dalam bahasa Alkitab "ingat", "mengingat", "memperingat", "peringatan" tidak hanja berarti: dengan daja akal tertentu mengembalikan kedalam kesadaran apa jang dahulu pernah dialami atau diketahui. Makna perkataan itu dalam Kitab Sutji djauh lebih mendalam.
  1. Allah jang ingat.
    Tentang Allah dikatakan bahwa Ia "ingat" akan manusia dan akan umatNja Israil (Kej 8:1Mzm 106:4; 74:2; 115:2; 89, 49, 51). Ini tidak berarti bahwa Allah pernah "lupa" tetapi bahwa Ia sekarang datang menolong dan menjelamatkan. Sipenjamun jang disalibkan bersama dengan Jesus bermohon kepadaNja supaja Jesus nanti "ingat" akan dia (Luk 23:42). Dengan demikian orang malang itu mengutjapkan kepertjajaannja akan Jesus jang sanggup menolong dan menjelamatkannja. Djika dikatakan bahwa Allah tidak "teringat" lagi akan orang-orang jang meninggal (Mzm 88:6) maka artinja ialah: orang-orang mati (dalam pratala) tak tertolong lagi dan terpisah sama sekali dari Allah. Dan djustru itulah kengerian kematian dalam pandangan orang-orang Israil dahulu. Apabila "teringat" akan perdjandjian, djandjiNja atau sumpahNja kepada nenek-mojang (Peng 2:24; 6:5; Mzm 105:8, 42; 106:45; 115:5; Luk 1, 72:54-55) maka perdjandjian, djandji dan sumpah itu terlaksana olehNja. Ia menolong dan menjelamatkan. Sebaliknja djika Allah teringat akan dosa manusia, nistjaja hukuman didjatuhkanNja (Mzm 74:18, 22; 109:14-15). Djadi "ingatan Allah" adalah kuat dan berdaja.
  2. Manusia jang ingat akan Allah.
    Manusia dan umat Allah djuga dapat "ingat" akan Tuhan (Ul 8:8; Hak 8:34; Yes 57:11; 64:4; Jer 51:50). Inipun tidak berarti bahwa orang pernah lupa akan Allah dan mendjadi ateis. Manusia jang ingat akan Tuhan adalah orang jang taat dan patuh kepadaNja serta pertjaja pada Allah. Mzm 22:28 mengatakan bahwa "segenap udjung bumi akan mengingat/mengenangkan Allah. Artinja: semua akan bersembah sudjud kepadaNja serta pertjaja akan Allahnja Israel. Karena itu "ingat akan Allah" dapat berarti: bertobat kepadaNja (Mzm 22:28). Orang-orang keristen jang "ingat akan Jesus" (2Tim 2:8) menjatakan imannja akan Tuhan. Maka itu ingat akan Allah tidak berarti mengembalikanNja kedalam kesadaran. Sebaliknja apa jang teringat itu berdaja dan mendorong manusia untuk berbuat sesuatu. Peringatan akan Allah mewadjibkan.
    Mengingatkan/memperingatkan (nama) Allah kerap kali mempunjai makna liturgis. Perkaranja ialah dalam ibadah menjerukan, memudji, menjembah dan mengakui (nama) Allah (Mzm 30:5; 97:12; 45:18; 6:6). Mungkin sekali bahwa djudul beberapa mazmur "Untuk peringatan" (Mzm 38; 70) menjatakan bahwa lagu itu adalah suatu lagu pudjian dan pengakuan dalam ibadah.
    Manusia djuga dapat "ingat" akan sesamanja didepan Allah (1Tes 1:2; 13) Ini berarti bahwa orang mendoakan saudaranja. Tentang doa dan sedekah Kornelius dikatakan bahwa "naik mendjadi peringatan dihadapan Allah" (Kis 10, 4). Maksudnja ialah: doa dan sedekah itu disebutkan didepan Allah (oleh machluk surgawi) dan begitu didengarkan oleh Tuhan.
  3. Ingat ialah mewartakan.
    Ingat/mengingat/memperingatkan dapat berarti djuga: mewartakan dan merajakan (Mzm 71:16: peradilanMu melulu jang kuingat: ialah kuwartakan/kumahsjurkan). Pewartaan itu kerap kali berlangsung dalam ibadah. Bahkan "mengingat" itu tak perlu terdjadi hanja dengan perkataan sadja; sebaliknja upatjara sendiri merupakan suatu "peringatan" dengan arti mewartakan, memahsjurkan. Perajaan Paskah adalah suatu: peringatan" (Peng 12:14). Perajaan itu tidak hanja "ingat" akan peristiwa jang pernah terdjadi didjaman dahulu, melainkan djuga mewartakan peristiwa itu sebagai sesuatu jang sekarang masih berlangsung terus. Peringatan liturgis itu adalah berdaja dan kuat untuk mengaktualisasikan peristiwa dari djaman dahulu sehingga kembali mendjadi efektif. Penebusan dari perbudakan di negeri Mesir dan perdjandjian jang diikat digunung Sinai bukanlah peristiwa jang sudah-sudah, melainkan dalam ibadah berlangsung terus. Ibadah itu dengan upatjaranja menghadirkan peristiwa itu untuk umat jang tengah merajakan peringatannja. Peristiwa itu kembali dialami dan dihajati oleh umat berkat ibadahnja. Karena itu peringatan itu sekaligus mendjadi upatjara sjukur dan pudjian kepada Allah karena karya penjelamatanNja. Tentang roh Kudus dikatakan (Joh 14:26) bahwa Ia akan "memperingatkan" para rasul segala-galanja jang telah dikatakan oleh Jesus. Ini tidak (hanja) berarti bahwa para rasul "teringat" akan wedjangan dan perkataan Jesus dahulu. Sebaliknja maksudnja ialah: Roh Kudus dengan perantaraan para rasul akan terus mengadjar dan mewartakan sabda Jesus itu. Perkataan Jesus tidaklah mati dan hilang lenjap dalam sedjarah. Sebaliknja sabdaNja berkat Roh Kudus terus dan tetap aktuil dalam umat dan diwartakan kepada para pendengar. Tidak ada bedanja dengan orang jang mendengar Jesus waktu hidup didunia sini. Timoteus dikirim oleh Paulus kepada umat di Korintos untuk "memperingatkan" kepada mereka djalan Paulus dalam Kristus, sebagaimana ia mengadjarkannja dimana-mana (1Kor 4:17). Djadi Timoteus ditugaskan untuk mewartakan Paulus sebagai rasul Jesus dan indjilnja kepada umat di Korintos.
    Begitu djuga menurut Mar 14:9. Wanita jang mengurapi Jesus sebagai persiapan (ramalan) bagi penguburanNja akan ditjeritakan perbuatannja kelak sebagai "peringatan akan dia". Djadi wanita ini berkat "peringatan akan dia" sendiri masuk kedalam pewartaan Indjil.
  4. "Peringatan akan Jesus".
    Tentang Ekaristi dikatakan bahwa dirajakan mendjadi "peringatan (anamnesis) Jesus" (1Kor 11:24, 25). Disini bergabunglah beberapa arti jang disebut diatas. Ekaristi memang "mengingatkan Jesus, tetapi tidak hanja sebagai Jesus jang pernah hidup dahulu. Jang "diingat" diingat sebagai jang sekarang ada bagi umat jang merajakan Ekaristi. Dan Jesus jang "diingat" demikian ialah Jesus seluruhnja, seluruh kehidupanNja jang memuntjak dalam sengsara, wafatNja dan kemuliaanNya. Jesus itu "dipudji" (bdk. Mar 14:26), tegasnja Allah dipudji karena apa jang dikerdjakanNja dalam diri Jesus. Jesus itu diakui dan diwartakan sebagai penjelamat (1Kor 11:26). Sebagaimana umat Allah dahulu dalam perajaan Paskah "mengingatkan" karya penjelamatan Allah jang sekarang masih djuga berlangsung terus, demikian umat Allah jang baru merajakan dalam Ekaristi karya penjelamatan Allah dalam diri Kristus jang kembali mendjadi aktuil dan efektip. Itu dialami, dipudji, diwartakan dan disjukuri sampai Ia datang kelak.

Mythos

  1. Artikata
    Asal kata Junani "Mythos" tidak diketahui dengan pasti. Dalam bahasa sehari-hari dewasa ini kata "Mythos" mempunjai arti jang kurang baik. Mythos dipertentangkan dengan "sedjarah" dan dianggap tjerita dongeng belaka, chajalan jang tidak mengandung kebenaran sedikitpun. Dengan arti kata sedemikian "mythos" djuga diketemukan dalam Perdjandjian Baru (1Tim 1:4; 1Tim 2:16; 2Ptr 1:16).
    Tetapi dalam ilmu pengetahuan (ilmu bangsa, ilmu perbandingan agama, filsafat) istilah "mythos" tidak mempunjai arti menghina, tetapi mendapat makna jang positip sekali. Dalam ilmu-ilmu itu "mythos" menundjukkan suatu alam pikiran tertentu dan suatu tjara chas untuk mengungkapkan pikiran manusia. "Mythos" dan "sedjarah" tidak ada sangkutpautnja satu sama lain. Kedua-duanja bergerak dibidang dan didalam alam pikirannja sendiri. Karena itu tidak mestinja "mythos" diperlawankan dengan "sedjarah". Mythos achirnja merupakan suatu usaha manusia untuk mengungkapkan atau (dan) menerangkan realitas jang dihadapinja. Dalam pengalaman manusia tentang dirinja sendiri dan tentang dunia disekitarnja ada banjak hal jang merupakan teka-teki baginja. Maka pengalaman umum diungkapkan dan ditjari keterangannja. Diterangkan misalnja asal-usul djagat raja dan bangsa manusia; diterangkan pula apa sebab maka machluk-machluk adalah sebegitu banjak dan berbeda; diterangkan gedjala-gedjala didalam alam, seperti peredaran musim-musim, gemuruh dan matapetir; diterangkan gedjala-gedjala aneh dilingkungan manusia, misalnja salah satu gunung jang gandjil bentuk dan bangunannja, salah satu danau jang menarik perhatian. Terutama manusia sendiri adalah teka-teki bagi manusia. Maka diungkapkan apa jang diinginkan dan diidam-idamkan atau diterangkan misalnja mengapa manusia ingin hidup terus dan mengedjar hidup baka; mengapa ta tjenderung kepada apa jang dianggapnja buruk dan mengapa ia tetap mengusahakan jang baik. Pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan serta keterangan-keterangan jang diberikan itu diungkapkan dengan pertolongan matjam-matjam lambang jang kerap kali berupa tjerita jang rupa-rupanja sedjarah dan ditempatkan didjaman dahulu atau didunia "atas". Dalam tjeritera-tjeritera sematjam itu akal, chajal, hati dan emosi memberikan sumbangannja sendiri. Demikian muntjul tjeritera tentang kedjadian dewata dan djagat raja, tentang kedjadian alam semesta dan manusia; tjeritera tentang asal usul salah satu bangsa atau suku; tjeritera tentang mengapa manusia tjondong kepada jang buruk dan mengapa ia harus mati meskipun mengedjar hidup baka; tjeritera tentang mengapa musim-musim bergilirganti dan sebagainja. Mythos jang mentjoba menerangkan sesuatu dinamakan "mythos" berupa aetiologia (aetios=sebab).
    Mythos sematjam itu tak perlu keliru dan tak perlu benar. Ini seluruhnja tergantung pada benar tidaknja gagasan dan keterangan jang diungkapkan oleh mythos itu. Hanja banjak mythos ternjata tidak benar akibat kemadjuan ilmu pengetahuan jang berhasil menerangkan banjak gedjala-gedjala setjara lain.
    Tjiri chas dari setiap mythos ialah bahwa adalah tjiptaan manusia. Manusia sendirilah jang berpikir dan mengusahakan keterangan terhadap realitas jang dihadapinja, lalu diungkapkannja dengan djalannja sendiri. Mythos tak pernah datang dari luar atau disampaikan dari luar kepada manusia. Mythos selalu datang dari dalam diri manusia (Kolektip tentunja!) sendiri berdasarkan pengalamannja terhadap realitas didalam dan diluar manusia.
  2. Mythos dan Alkitab.
    Adakah dalam Alkitab diketemukan "mythos"? Disini harus dibedakan baik-baik. Dalam hal adjaran Alkitab, djadi dalam hal-hal jang sungguh-sungguh mau diadjarkan dan dibenarkan oleh Kitab Sutji "mythos" jang sebenarnja tak mungkin sama sekali. setidak-tidaknja bagi orang jang pertjaja akan Alkitab sebagai sabda Allah. Sebab menurut kejakinan Alkitab dan kejakinan orang beriman maka keterangan-keterangan jang diberikan Kitab Sutji tidaklah berasal dari manusia melainkan dari luar manusia, jakni dari Allah, meskipun mungkin lewat pikiran manusia. Djadi tjiri chas setiap mythos sebagai seluruhnja tjiptaan manusia tidak ada sama sekali. Akan tetapi dalam menjadjikan adjaran dan keterangannja sendiri boleh djadi Alkitab menggunakan mythos-mythos atau pelbagai unsur mythologis. Dan ternjata demikian terdjadi djuga. Mythos (dan unsur-unsur mythologis) adalah merupakan pembungkusan adjaran Kitab Sutji dan dapat dipakai sabagai alat (boleh djadi pengarang sutji sendiri sebagai manusia pertjaja akan seluruh mythos itu). Demikian misalnja dalam tjeritera tentang kedjadian dunia (Kej 1), atau keadaan serta kesalahan umat manusia semula Kej 2-2) dipergunakan pelbagai unsur mythologis jang mirip dengan mythos-mythos pada bangsa-bangsa tetangga Israil. Tjerita tentang airbah (Kej 6:1-:17), atau menara Babel (Kej 11:1-9) memang aselinja suatu mythos belaka. Tetapi oleh Kitab Sutji dipergunakan untuk mengemukakan adjarannja dan keterangannja sendiri. Begitu pula tjerita tentang runtuhnja Sodom dan Gomora (Kej 19) adalah bersifat mythologis sebagai keterangan terdjadinja Laut Asin. Tetapi bukan itulah jang mau diterangkan atau diadjarkan Kitab Sutji. Masih banjak unsur mythologis sematjam itu diketemukan dalam Alkitab, misalnja unsur dari mythos-mithos tentang pentjiptaan dalam Yes 27:1; 51:91john 3:8; 7:12; 9:13; 26:12Mzm 74:13-14; 89, 11. Tetapi djelas pula bahwa disini unsur-unsur itu sudah mendjadi alat kesusasteraan belaka. Dalam Perdjandjian Barupun masih terdapat unsur mythologis. Misalnja Kristus jang naik melintasi segala patala langit (Ef 4:8-9) dan menaklukkan kuasa-kuasa adjaib diudara (Ef 1:21; 6:12). Demikianpun halnja Kristus jang "turun" kepratala (1Ptr 3:19-20).
    Tak perlu kiranja ditekankan bahwa unsur-unsur dan bahasa mythologis sematjam itu boleh diganti dengan bahasa dan gagasan lain tanpa merugikan sedikitpun adjaran dan isi Alkitab. Bahkan perlu diganti djika bahasa dan unsur itu hanja menimbulkan salah paham dan menjesatkan orang jang tidak lagi (dan kita semua adalah begitu) mengerti maksud sebenarnja. Dan sedjauh itu memang perlu djuga Alkitab "dientmithologisir", artinja bahasa dan djalan pikiran mythologis "diterdjemahkan" dalam bahasa dan djalan pikiran jang dewasa ini dipakai.
Artikel ini diambil dari : 
Judul belum diketahui, tapi kami menyebutnya sebagai buku hijau. 1967. Halaman 85-90.  

No comments:

Post a Comment